Menurut Bloom dalam Hermawan (2008), jenis-jenis
hasil belajar adalah sebagai berikut:
1. Kognitif
Hasil
belajar kognitif mengacu pada hasil belajar yang berkenaan dengan pengembangan
kemampuan otak dan penalaran siswa. Menurut Bloom, domain kognitif ini memiliki
enam tingkatan, yaitu ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan
evaluasi.
a. Ingatan
(recall)
Hasil
belajar pada tingkat ingatan ditunjukkan dengan kemampuan mengenal atau
menyebutkan kembali fakta-fakta, istilah-istilah, hukum, rumus yang telah
dipelajarinya. Misalnya, dibahas materi tentang jenis-jenis danau ditinjau dari
segi pembentukannya. Hasil belajar yang diharapkan adalah siswa dapat
menyebutkan jenis-jenis danau ditinjau dari segi pembentukannya.
Kemampuan-kemampuan seperti menyebutkan kembali, menunjukkan, menuliskan
merupakan kemampuan-kemampuan dalam tingkat hasil belajar ingatan. Seperti yang
dikemukakan tadi, yaitu siswa dapat menyebutkan jenis-jenis danau dari segi
pembentukannya hanya kemampuan mengingat atau menghafal nama atau jenis danau
berdasarkan pembentukannya.
b. Pemahaman
(comprehension)
Hasil
belajar yang dituntut dari tingkat pemahaman adalah kemampuan menangkap makna
atau arti dari sesuatu konsep. Apabila kita membahas tentang lambang negara,
kemudian hasil belajar yang dicapai siswa adalah dapat menjelaskan arti lambang
negara. Hasil belajar tersebut merupakan contoh kemampuan pemahaman. Siswa
dapat menjelaskan lambang negara artinya siswa tersebut dapat menjelaskan makna
yang terkandung dalam lambang negara tersebut. Hasil belajar pemahaman terdiri
atas tiga tingkatan, yaitu pemahaman terjemahan, penafsiran, dan eksrapolasi.
1) Pemahaman
terjemahan
Kemampuan
menjelaskan lambang negara merupakan salah satu contoh hasil belajar pemahaman
terjemahan. Contoh lain dari hasil belajar pemahaman jenis terjemahan adalah
dalam belajar Bahasa Inggris. Pada saat pembelajaran berlangsung, guru
menyajikan suatu cerita. Setelah selesai mengikuti pelajaran ini guru
mengharapkan para siswa dapat menjelaskan cerita yang disajikan tersebut.
Dengan kata lain, kemampuan siswa menerjemahkan kalimat atau cerita Bahasa
Inggris kedalam Bahasa Indonesia merupakan contoh hasil belajar pemahaman jenis
terjemahan.
2) Pemahaman
penafsiran
Seorang
siswa dikatakan telah mencapai tingkat pemahaman penafsiran apabila siswa
tersebut telah dapat menjelaskan atau menarik kesimpulan dari apa yang
diberikan. Misalnya, seorang guru memberikan sebuah tabel tentang keadaan curah
hujan di Indonesia. Setelah mempelajari tabel tersebut siswa dapat menyimpulkan
keadaan curah hujan di indonesia. Hasil belajar tersebut merupakan hasil
belajar tingkat penafsiran. Mungkin anda bertanya, mengapa kemampuan
menyimpulkan keadaan curah hujan merupakan hasil belajar pemahaman tingkat
penafsiran. Kemampuan siswa menyimpulkan keadaan curah hujan di Indonesia
merupakan contoh hasil belajar pemahaman tingkat penafsiran karena hasil
belajar tersebut menuntut siswa untuk menafsirkan data curah hujan di
Indonesia. Kemudian, berdasarkan penafsiran tersebut siswa dituntut untuk mampu
menetukan curah hujan di Indonesia sesuai dengan kriteria kering, basah,
lembab, atau sangat lembab. Jadi, seorang siswa dikatakan telah mencapai hasil
belajar pemahaman tingkat penafsiran apabila siswa tersebut telah mampu
menjelaskan suatu konsep.
3) Pemahaman
ekstrapolasi
Pemahaman
ekstrapolasi adalah kemampuan melihat dibalik yang tertulis. Misalnya, seorang
guru sedang membahas perkembangan Koperasi Unit Desa (KUD) di Indonesia.
Setelah mempelajari materi tersebut siswa dapat menunjukkan jumlah KUD di Indonesia
yang akan berbadan hukum pada waktu tertentu. Hasil belajar yang dicapai siswa
tersebut termasuk kedalam hasil belajar pemahaman tingkat ekstrapolasi karena
siswa telah dapat meramalkan sesuatu.
c. Penerapan
(application)
Hasil
belajar penerapan adalah kemampuan menerapkan suatu konsep, hukum, atau rumus
pada situasi baru. Kemampuan penerapan atau aplikasi menuntut adanya konsep,
teori, hukum, dalil, rumus, prinsip, dan yang sejenisnya. Kemudian, konsep,
rumus, dalil, hukum tersebut diterapkan dalam pemecahan suatu masalah dalam
situasi tertentu. Sebagai contoh, hasil belajar yang diharapkan dikuasai siswa
adalah siswa dapat menghitung jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2005. Untuk
memperoleh atau mencapai kemampuan menghitung jumlah penduduk, siswa harus
memahami rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah penduduk terlebih dahulu,
baru kemudian siswa menerapkan rumus tersebut dalam menghitung jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 2005. Contoh lain, misalnya seorang guru dalam pelajaran
Matematika akan membahas mengenai persamaan kuadrat. Setelah mengikuti
pembelajaran diharapkan siswa dapat menghitung persamaan kuadrat dengan
menggunakan rumus ABC. Apakah hasil belajar tersebut merupakan hasil belajar
penerapan?. Kemampuan menggunakan rumus ABC dalam menghitung persamaan kuadrat merupakan
hasil belajar penerapan. Dalam kemampuan tersebut siswa dituntut untuk tidak
hanya memahami rumus ABC, tetapi lebih dari itu, yaitu siswa harus dapat
menggunakan rumus tersebut dalam
menghitung persamaan kuadrat.
d. Analisis
(analysis)
Hasil
belajar analisis adalah kemampuan untuk memecahkan, manguraikan suatu
integritas atau kesatuan yang utuh menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang
mempunyai arti. Hasil belajar analisis ditunjukkan dengan kemampuan menjabarkan
atau menguraikan atau merinci suatu bahan atau keadaan kedalam bagian-bagian
yang lebih kecil, unsur-unsur atau komponen-komponen sehingga terlihat jelas
hubungan antara komponen yang satu dengan yang lain. Pada hasil belajar
analisis terdapat tiga tingkatan, yaitu sebagai berikut.
1) Analisis
elemen
Analsis
elemen adalah kemampuan merumuskan asumsi-asumsi serta mengidentifikasi
unsur-unsur penting yang mendukung asumsi yang telah ditentukan. Contoh hasil
belajar pada tingkat analisis elemen adalah kemampuan mengenal asumsi-asumsi
yang tidak ditetapkan dalam suatu uraian, kemampuan membedakan
pernyataan-pernyataan faktual dengan pernyataan normatif.
2) Analisis
hubungan
Hasil
belajar pada tingkat analisis hubungan adalah hasil belajar yang menuntut
kemampuan mengenal unsur-unsur dan beberapa pola hubungan serta sistem atau
hipotesisnya. Kalau pada tingkat analsis elemen, siswa hanya menjelaskan apa
yang ingin disampaikan dari sebuah komunikasi maka pada analisis hubungan,
siswa sudah mampu menghubungkan bagian-bagian atau elemen-elemen dari suatu
komunikasi. Misalnya, siswa mampu menemukan sebab-sebab menurunnya daya beli
masyarakat berdasarkan data yang tersedia.
3) Analisis
prinsip-prinsip yang terorganisasi
Kemampuan
atau hasil belajar pada tingkat analisis prinsip-prinsip terorganisasi adalah
hasil belajar yang menunjukkan kemampuan memisahkan dasar-dasar yang
dipergunakan dalam organisasi suatu komunikasi. Kemampuan-kemampuan yang
tergolong dalam tingkat analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi adalah
kemampuan mengenal bentuk dari pola suatu karya sastra atau karya seni,
kemampuan mengenal inti pandangan. Misalnya, siswa mampu menentukan nasihat
yang tersirat dari suatu cerita.
e. Sintesis
(synthesis)
Hasil
belajar sintesis adalah hasil belajar yang menunjukka kemampuan untuk
menyatukan beberapa jenis informasi yang terpisah-pisah menjadi satu bentuk
komunikasi yang baru dan lebih jelas dari sebelumnya. Hasil belajar sintesis
juga dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan, yaitu sebagai berikut.
1) Kemampuan melahirkan suatu komunikasi yang
baik
Kemampuan
melahirkan suatu bentuk komunikasi yang unik adalah hasil belajar yang
mencerminkan kemampuan siswa untuk membuat karya tulis. Kemampuan ini disebut
unik karena suatu karya tulis tentang topik yang sama yang ditulis oleh dua
orang akan menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil belajar yang termasuk pada
tingkatan ini adalah kemampuan menulis cerita, esei untuk kesenangan pribadi
atau untuk menghibur orang lain, kemampuan menceritakan perjalanan pribadi
secara efektif, kemampuan menulis komposisi musik yang sederhana.
2) Kemampuan
membuat rancangan
Contoh
kemampuan pada tingkat ini adalah kemampuan menentukan rencana atau langkah
yang baru. Kalau dalam hasil belajar penerapan, yang dituntut adalah kemampuan
menerapkan pengetahuan dalam situasi yang baru. Dalam hasil belajar penerapan,
yang baru adalah masalah yang dihadapi. Sedangkan dalam hasil belajar sintesis,
yang baru adalah usaha penyelesaiannya. Contoh rumusan tujuan pada tingkat ini
adalah siswa mampu menyimpulkan
langkah-langkah yang harus ditempuh masyarakat untuk mencegah penyebaran
penyakit.
3) Kemampuan
mengembangkan suatu tatanan (set)
hubungan yang abstrak
Kemampuan
pada tingkat ini adalah hasil belajar yang menunjukkan kemampuan merumuskan
hipotesis berdasarkan gejala dan fakta yang diobservasi, menarik kesimpulan
yang bersifat generalisasi, mengubah hipotesis berdasarkan hal-hal yang baru,
dan sebagainya.
f. Penilaian
(evaluation)
Hasil
belajar evaluasi adalah hasil belajar yang menunjukkan kemampuan memberikan
keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan pertimbangan yang dimiliki atau
kriteria yang digunakan. Ditinjau dari sudut siswa, ada dua sumber kriteria
yang dapat digunakan, yaitu kriteria yang dikembangkan sendiri oleh siswa dan
kriteria yang diberikan oleh guru. Bloom membagi hasil belajar evaluasi atas
pertimbangan yang didasarkan bukti-bukti dari dalam dan berdasarkan kriteria
dari luar. Evaluasi yang didasarkan pada pertimbangan dengan bukti-bukti dari
dalam berhubungan dengan masalah-masalah ketepatan alur logika, konsistensi,
dan kriteria internal lainnya. Sedangkan evaluasi dengan pertimbangan kriteria
dari luar berkenaan dengan kriteria yang dapat diterima secara universal. Hasil
belajar yang didasarkan pada kesetimbangan dengan kriteria dari luar menuntut
kemampuan siswa untuk menyeleksi atau mengingat kriteria. Misalnya, ketika
dihadapkan pada suatu kasus, siswa mampu mempertimbangkan langkah-langkah yang
harus ditempuh untuk mengatasi kasus tersebut. Dalam mencapai kemampuan ini
siswa harus mempertimbangkan langkah yang diambil berdasarkan ketepatgunaan,
ketepatan waktu, dampaknya.
2. Afektif
Hasil
belajar efektif mengacu kepada sikap dan nilai yang diharapkan dikuasai siswa
setelah mengikuti pembelajaran. Bloom, dkk. mengemukakan 5 tingkatan hasil
belajar afektif.
a. Menerima
(receiving)
Kemampuan
menerima mengacu pada kepekaan individu dalam menerima rangsangan (stimulus)
dari luar. Siswa dianggap telah mencapai sikap menerima apabila siswa tersebut
mampu menunjukkan kesadaran, kemauan dan perhatian terhadap sesuatu, serta mengakui
kepentingan dan perbedaan. Contoh rumusan tujuan yang termasuk kategori sikap
menerima adalah menyadari pentingnya belajar, memperhatikan tugas yang
diberikan guru, menunjukkan perhatian pada penjelasan temannya.
b. Menanggapi
(responding)
Kemampuan
menanggapi mengacu pada reaksi yang diberikan individu terhadap stimulus yang
datang dari luar. Siswa dianggap telah memiliki sikap menanggapi apabila siswa
tersebut telah menunjukkan kepatuhan pada peraturan, tuntutan atau perintah
serta berperan aktif dalam berbagai kegiatan. Contoh rumusan tujuan yang
menuntut kemampuan siswa untuk bersikap menanggapi adalah melaksanakan kerja
kelompok, menyumbangkan pendapat dalam diskusi kelompok, menolong teman yang
mengalami kesulitan.
c. Menghargai
(valuing)
Kemampuan
menghargai mengacu pada kesediaan individu menerima nilai dan kesepakatan
terhadap nilai tersebut. Seorang siswa dianggap telah memiliki sikap menghargai
apabila siswa tersebut telah menunjukkan perilaku menerima suatu nilai,
menyukai suatu objek atau kegiatan, menyepakati pejanjian, menghargai karya
seni, pendapat atau ide, bersikap positif atau negatif terhadap sesuatu,
mengakui. Contoh rumusan tujuan yang menunjukkan sikap menghargai adalah
mengumpulkan tugas dengan tepat waktu, menolak diajak kerja sama dalam hal yang
tidak baik, tidak menertawakan pendapat temannya.
d. Mengatur
diri (organizing)
Kemampuan
mengatur diri mengacu pada kemampuan membentuk atau mengorganisasikan
bermacam-macam nilai serta menciptakan sistem nilai yang baik. Siswa dianggap
telah menguasai sikap pada tahap mengatur diri apabila siswa tersebut telah
menunjukkan kemampuannya dalam membentuk sistem nilai, menangkap hubungan
antar-nilai, bertanggung jawab dalam melakukan sesuatu. Contoh rumusan tujuan
yang termasuk dalam kategori ini diantaranya menyadari kelebihan dan kelemahan
dirinya, mempertanggung jawabkan kegiatan yang telah dilakukannya,
menyelaraskan hak dan kewajibannya.
e. Menjadikan
pola hidup (characterization)
Menjadikan
pola hidup mengacu kepada sikap siswa dalam menerima sistem nilai dan
menjadikannya sebagai pola kepribadian dan tingkah laku. Siswa dianggap telah
menguasai kemampuan ini apabila siswa tersebut telah menunjukkan kepercayaan
diri, disiplin pribadi, serta mampu mengontrol perilakunya sehingga tercermin
dalam pola hidupnya. Contoh rumusan tujuan yang termasuk kategori ini
diantaranya adalah siswa disiplin dalam menggunakan waktu luangnya,
mengemukakan pendapat dengan sopan, membiasakan hidup sehat.
3. Psikomotorik
Hasil
belajar psikomotorik mengacu pada kemampuan bertindak. Hasil belajar
psikomotorik terdiri atas 5 tingkatan sebagai berikut.
a. Persepsi
Kemampuan
persepsi mengacu kepada kemampuan individu dalam menggunakan indranya, memilih
isyarat, dan menerjemahkan isyarat tersebut ke dalam bentuk gerakan. Siswa
dikatakan telah menguasai kemampuan persepsi apabila siswa tersebut telah
menunjukkan kesadarannya akan adanya objek dan sifat-sifatnya. Misalnya,
kemampuan memukul bola. Pada tahap ini siswa hanya mampu memukul bola tanpa
memperhatikan faktor apapun.
b. Kesiapan
Pada
tahap ini individu dituntut untuk menyiapkan dirinya untuk melakukan suatu
gerakan. Kesiapan ini meliputi kesiapan mental, fisik, dan emosional. Kesiapan
mental mencakup kesiapan menentukan gerakan, memperkirakan waktu, memusatkan
perhatian. Kesiapan fisik mengacu pada kesesuaian anatomis, misalnya posisi
berdiri, posisi tangan. Sedangkan kesiapan emosional berkaitan dengan
keseimbangan emosi agar gerakannya terkontrol dengan baik. Kembali pada gerakan
memukul bola, siswa dianggap telah menguasai kemampuan ini apabila siswa
tersebut telah menunjukkan sikap badan yang tepat untuk memukul bola.
c. Gerakan
terbimbing
Kemampuan
melakukan gerakan terbimbing mengacu pada kemampuan individu melakukan gerakan
yang sesuai dengan prosedur atau mengikuti petunjuk instruktur atau pelatih. Siswa
dianggap telah menguasai kemampuan pada tahap ini apabila siswa tersebut telah
meniru gerakan yang dicontohkan atau mencoba-coba sampai gerakan yang benar
dikuasainya. Kita ambil contoh kemampuan memukul bola. Apabila pada tingkatan
kesiapan siswa hanya memukul bola dengan sikap yang benar maka pada tingkatan
gerakan terbimbing siswa sudah dapat meniru gerakan pelatih dalam memukul bola
yang benar.
d. Bertindak
secara mekanis
Kemampuan
motorik pada tingkat ini mengacu pada kemampuan individu untuk melakukan
tindakan yang seolah-olah sudah otomatis. Kemampuan bertindak secara mekanis
ditunjukkan oleh kelancaran, kemudahan, serta ketetapan melakukan tindakan
tersebut. Berkenaan dengan kemampuan memukul bola, siswa dianggap telah
menguasai kemampuan ini apabila siswa tersebut telah menunjukkan kemampuan
memukul bola dengan lancar, mudah, dan tetap. Tindakan tersebut seolah-olah
sudah menjadi kebiasaannya.
e. Gerakan
kompleks
Kemampuan
ini merupakan kemampuan bertindak yang paling tinggi pada ranah psikomotorik.
Gerakan yang dilakukan sudah didukung oleh suatu suatu keahlian. Siswa dianggap
telah menguasai kemampuan pada tingkatan ini apabila siswa tersebut telah
melakukan tindakan tanpa keraguan dan otomatis. Tanpa keraguan di sini mengacu
pada tindakan yang terampil, halus, efisien dalam waktu, serta usaha yang
minimal. Otomatis di sini mengacu pada kemampuan individu untuk bertindak
sesuai dengan situasi atau masalah yang dihadapi. Misalnya, dalam suatu
pertandingan, siswa mampu memukul bola yang dapat mengecoh lawan mainnya. Oleh
karena itu, tingkatan ini menuntut kreativitas siswa dalam bertindak.
(Sumber: Hernawan,
Asep Herry, dkk. 2008. Pengembangan
Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar